Pengguna facebook terbanyak adalah Indonesia. Wow!
Aku ingat, kalau jaman aku SD dulu, masih nge-trend tukar menukar Buku Kenangan agar teman-teman menuliskan nama, alamat, tanggal lahir, hobby, cita-cita, dll. Jaman SMP-SMA aku bikin satu buku ukuran boxi per tahun, atau juga buku diari, dan teman-teman boleh menulis apa saja yang penting kata-kata yang manis, yang bagus-bagus, dan ditempeli foto mereka. Ada yang menulis syair lagu favoritnya, ada yang menulis hal-hal lucu yang kami alami atau sekedar bercanda melalui tulisan. Sekarang, jamannya facebook. Mami-mami pada kalah (gaptek =gagap teknologi) nggak tahu bagaimana caranya log in ke facebook, apalagi mendaftar, boro-boro deh :)
Perihal status, banyak modelnya. Ada yang curhat kesedihannya, ada yang bersyukur, ada juga status yang lucu dan aneh-aneh, status yang memberikan inspirasi/religius, atau marah-marah nggak jelas. Status di facebook bisa dibilang cukup mencerminkan kondisi psikologis dan mental si pemilik akun.
Satu yang sungguh membuatku heran, satu orang, karena aku cukup tahu kartu kehidupan dia, latar belakang hidupnya yang 'suram' dan penuh keputusasaan, kerasnya hidupnya dalam mencari uang, bahkan sampai sephianya aku juga tahu. Belakangan aku malas bicara dengannya, karena setelah aku bantu dia mendapatkan pekerjaan, dia mengincar posisiku sebagai asisten manajer dengan pendekatan yang tidak lazim. Dari situlah aku kecewa sekali dengannya. Terakhir sebelum aku tahu niat liciknya perihal pekerjaan itu, aku cukup dekat dengan dia. Aku pernah traktir dia makan di Duck King Restaurant,
Grand Indonesia Mall, Jakarta. Bukan main, aku mau mengajak
teman ke restaurant yang berkelas itu, berarti aku anggap teman terbaik,
kurang bagaimana aku ini :) Aku sih nggak perhitungan karena saat itu
menurutku dia adalah teman baikku. Nggak tahunya dia sekarang sombong
sekali bahkan enggan menyapaku.
Entah apa yang ada di dalam pikirannya,
hanya Tuhan yang tahu.
Yang penting aku nggak punya hutang budi ataupun
hutang uang sama dia ataupun keluarganya.
Orang tuaku juga mengenalnya. jadi dia sering sekali ke rumahku dan mendapatkan apa yang tidak dia dapatkan di rumahnya.
Waktu jaman dia susah, ditinggal pacar setelah terlanjur..., dikucilkan
teman-teman lainnya, ditambah mamanya dia tidak memberi dukungan sama sekali.
Kalau ingat jaman dulu lagi, betapa pahitnya kehidupan dia. Sepulang
gereja, di tengah jalan pun teman-teman dia akan memanggil dia sebagai
pelac*r (lont*e - dalam bahasa jawa) dengan teriakan keras. Aku ingat
dia duduk sebecak denganku, dia sampai menangis karena sakit hatinya
dengan kata-kata itu. Waktu itu memang semua teman-temannya bahkan keluarganya memojokkan posisi dia
karena dia adalah a teen mom without a husband. Tapi aku tidak ikut-ikutan & tidak bertindak
seperti teman-teman lain, bahkan aku tetap menerimanya sebagai temanku --- meskipun budaya
di Indonesia, apalagi di kota Solo, keadaan dia saat itu adalah aib
besar (buesuarrrr).
Aku juga bersedia mengantarnya naik motor ke daerah suburb Solo, ke rumah papanya, karena dia kangen sudah lama tidak ketemu, waktu itu papanya tinggal di rumah kecil dengan istri barunya.
Kemudian saat dia memutuskan kembali ke bangku SMA, dia harus membohongi teman-teman karena dia malu dengan nama sekolahnya yg bukan sekolah favorit di kota Solo. Demikian juga halnya saat dia kuliah di Pignatelli. Entah mengapa aku kurang paham. Menurutku itu sidah sifat dia. Dalam tindakan sehari-hari aku sih tidak terlalu concern. Satu lagi, dulu kami satu kost, yaitu di depan sekolahku, bahkan satu kamar juga. Dia ingin satu kost denganku karena dekat juga ke sekolahnya.
Aku tidak mengerti jalan pikirannya, mengapa dia sekarang sejahat itu, tapi yah sudahlah.
Semoga dia tidak seburuk dan sejahat apa yang aku pikirkan.
{Ampunilah aku ya, Tuhan jika pikiranku ini salah. Biarlah semua ini aku serahkan saja kepada Tuhan. Aku tidak ingin terlalu kuatir akan hal ini lagi. Beban pikiranku ini kuletakkan di bawah salibMu. Aku percaya Engkau adalah Tuhanku, penolongku.}
Sekarang aku menikmati kehidupanku jauh dari tanah air, menjadi istri dari suamiku, yang mana nggak perlu kerja ngoyo. Saat menulis ini, aku ingat dia pernah bilang, " Aku jealous sama kamu, Yen. Sebentar lagi kamu mau ke amrik. Apa sih bedanya aku dan kamu? Koq kamu selalu 'bejo', kehidupanmu nggak sekeras aku?"
Well, kalau mau jujur, biarpun kita sama-sama kristen sejak kecil, itu bukan jaminan. Tapi dalam praktek sehari-hari aku melihat perbedaan besar di antara kita. Memegang teguh firman Tuhan dan melakukannya, tidak belok ke kanan dan ke kiri, apalagi kesenangan dunia lainnya. Juga di dalam doa Mamaku, ada namaku disebut! :) Hoha! Kurang gimana tuh!
Aku berharap dalam hati dia menyadari hal ini, dalam arti kalau mau berkat ya harus mau melakukan kehendak Tuhan, bukan cuma jealous nggak jelas dan merugikan orang lain.
Upahmu sudah menantimu. Entah kapan itu, waktunya Tuhan ya hanya Tuhan yang tahu.
Yah, aku tetap berteman denganmu di facebook. Setiap kali dia bikin status, berharap paling tidak dia sudah jujur pada dirinya sendiri, pada keluarga & anak-anakmu (yang dulu dan yang sekarang).
Aku berharap pembaca juga mengerti ini. Apapun yang kamu lakukan, baik dalam pekerjaan maupun di keluarga, lakukanlah dengan sepenuh hati seakan-akan kamu bekerja untuk Tuhan.
Statusmu harimaumu.